Minggu, 15 Maret 2009

Linda

Sebut saja namaku Linda (samaran). Aku saat ini bekerja sebagai
seorang senior marketing di suatu perusahaan multinasional yang
berkantor di salah satu gedung di kawasan Jakarta Selatan. Usiaku
saat ini 31 tahun. Aku sudah berkeluarga dengan satu anak yang
baru berumur 2 tahun, Rio. Ia sedang lucu-lucunya.
Suamiku, sebut saja Mas Edi, bekerja sebagai seorang junior
manager di salah satu perusahaan swasta di kawasan CBD dekat Semanggi.

Aku dan suamiku saat ini sudah mampu memiliki rumah sendiri
di kawasan Cimanggis. Dengan kesibukan kami masing-masing, praktis
waktu kebersamaan kami hanyalah dua hari dalam satu minggu, yakni
hari Sabtu dan Minggu. Untuk itu kami memanfaatkan waktu kebersamaan
sebaik-baiknya.

Bagiku hubungan seks dengan suami tidak mengutamakan kuantitas.
Kualitas jauh lebih penting, karena dengan kualitas hubungan yang
baik maka kenikmatan yang aku peroleh justru sangat maksimal. Jadi
dalam hal hubungan seks, antara aku dan suamiku tidak ada
masalah. Yang menjadi masalah adalah kadang-kadang aku
berfantasi ingin melakukan hubungan seks dengan orang dari
kalangan lower class!! Aku sering berfantasi dan sangat
terobsesi untuk berhubungan dengan orang yang memiliki gairah
liar. Hal ini disebabkan karena suamiku selalu memperlakukanku
dengan lembut. Itulah masalahnya!!

Aku sering membayangkan bagaimana rasanya berhubungan badan dengan
orang-orang yang kasar. Mungkin ini semacam fantasi liarku yang
terpendam. Ini mungkin timbul dari keadaanku yang sejak kecil selalu
bergaul dengan perempuan! Soalnya dari keluargaku semuanya
terdiri dari anak perempuan! Dari tiga bersaudara sekandung aku
merupakan anak pertama, kedua adikku perempuan dan sejak aku
berumur 16 tahun ayahku meninggal sehingga praktis kami berempat
termasuk ibuku perempuan semua dalam satu rumah. Begitu pula saat
bekerja, di kantorku jumlah karyawan terbanyak adalah perempuan!
Karyawan laki-laki hanya beberapa orang termasuk satpam, sopir
serta office boy.

Kata orang penampilanku sangat menarik! Aku tidak menyombongkan
diri memang begitulah kenyataannya. Kulitku putih bersih.
Ukuran tubuhku sangat ideal menurut pendapatku. Tinggi badanku 165
cm dan berat badanku 55 kg, dan ukuran dadaku 36B. Dengan
keadaan fisik seperti ini tidak sulit bagiku untuk
menaklukkan lelaki yang kuinginkan.

Di kantorku ada satu orang office boy yang membuatku
tertarik akan kejantanannya. Orang itu namanya Parjo, berasal
dari Tegal, satu kampung denganku. Ia baru berusia 21 tahun.
Orangnya tinggi besar dan wajahnya lumayan ganteng. Hal yang
membuatku kadang terpesona oleh kejantanannya adalah bau
keringatnya yang menyengat dan asli khas bau lelaki. Aku kerap kali
membayangkan bagaimana bila aku disetubuhi olehnya. Aku sering kali
memimpikan bahwa mem*kku digenjot oleh batang kont*lnya yang
dari luar celananya tampak menggembung menandakan besarnya isi yang
ada didalamnya. Inilah salah satu fantasi liarku, yaitu
disetubuhi oleh orang yang kasar seperti dia. Aku mudah saja
dekat dengannya karena kami berasal dari satu kabupaten hanya beda
kecamatan.

Sebagai seorang Senior Marketing aku menempati ruang khusus
sebagai kantorku.
Pembaca jangan membayangkan kalau ruang khusus di kantorku
ruangnya tertutup sama sekali. Tidak, ruang kantorku sebenarnya
mirip-mirip aula yang luas! Cuma disekat-sekat dengan partisi.
Ruang khusus yang kumaksudkan adalah dalam satu ruangan yang
disekat partisi dengan luas kira-kira 2,5 x 2 m hanya diperuntukkan
bagiku. Karyawan lain yang tingkatannya masih di bawahku biasanya
menempati satu ruang yang disekat secara bersama-sama sekitar 3
atau 4 orang dalam satu ruangan. Dengan demikian aku mempunyai
lebih banyak privacy di kantorku ini.

Aku kerap kali membuka-buka internet terutama saat-saat istirahat
pada jam-jam menjelang kerja lembur. Soalnya dengan membaca kisah-
kisahnya fantasiku bisa melayang sesuai dengan alur cerita yang
dibawakan si penulis! Aku tak peduli kalau itu kisah nyata atau
cuma karangan si penulis.. Yang penting bagiku bisa memuaskan
imajinasiku, titik! Oh ya.. Karena kesibukanku, aku kerap kali
harus bekerja lembur sore hari hingga sampai jam 20.00 aku baru
keluar kantor. Dalam satu minggu, mungkin aku kerja lembur
selama 3 hari. Bagiku lembur lebih baik dibandingkan harus
terkena macet di jalan yang tiap hari selalu menghantui Jakarta.
Yach.. Dari pada waktu terbuang karena macet di jalanan,
mendingan kerja lembur bisa dapat tambahan uang belanja, iya kan?

Suatu sore, seperti biasanya saat menjelang lembur aku mulai asyik
membuka-buka kisah-kisah erotis di situs ini. Suasana kantor sudah
mulai sepi karena karyawan sudah mulai meninggalkan tempatnya masing-
masing. Hal ini sudah biasa bagiku dan tidak menjadi sesuatu yang
istimewa sehingga aku cuma menyahut kecil saat satu-demi satu rekan-
rekanku pamitan mau pulang duluan.

Aku mulai terangsang saat membaca kisah- kisah yang benar-
benar erotis.
Ingatanku jadi melayang pada fantasi liar yang selalu mengobsesiku.
Entah karena kebetulan atau memang nasib sedang mujur.. Ternyata
office boy yang menjadi incaranku saat itu sedang membersihkan
ruang meeting yang besok pagi akan digunakan untuk rapat
evaluasi bulanan. Ruang meeting itu persis berada di samping
ruanganku sehingga saat si Parjo lewat, keringatnya yang baunya
menusuk sempat tercium olehku. Fantasiku kian menggelora
begitu mengendus aroma keringatnya itu.

Aku segera mencari akal bagaimana caranya agar si Parjo
mendekatiku. Akhirnya aku punya akal untuk menyuruhnya
membersihkan ruanganku yang sengaja kubuat berantakan. Ini
kumaksudkan agar Parjo berada dekat denganku dan aku bisa terus
mengendus keringatnya yang seksi itu.

Dengan patuh akhirnya Parjo datang juga ke ruanganku dan mulai
membereskan tempatku yang memang berantakan. Aku masih tetap membuka
situs ngeres ini sambil menghirup aroma keringatnya yang semakin
menyengat saat ia mulai bekerja. Aku sempat meliriknya saat ia
mencuri-curi pandang ke arah pahaku yang setengah terbuka. Aku
memang memakai rok pendek sehingga pahaku yang putih jenjang
kelihatan sangat indah dan sangat kontras dengan rok pendekku
yang berwarna gelap. Parjo memalingkan wajahnya dengan malu saat
kutangkap basah mencuri- curi pandang ke arah pahaku.

Aku tetap pura-pura sibuk melihat monitor sambil membaca cerita
erotis yang tersaji di depanku. Parjo yang sedang berjongkok
membersihkan kolong mejaku tampak berhenti bergerak. Dengan sudut
mataku kulihat ia sedang memperhatikan kedua pahaku dari kolong
mejaku. Kubiarkan saja hal itu terjadi. Iseng-iseng aku menggodanya
agar ia pusing sendiri melihat keindahan pahaku.

Aku tidak menduga kalau ternyata Parjo seberani itu. Tiba-tiba aku
merasa ada benda hangat menyentuh pahaku yang setengah terbuka. Aku
tercekat mendapati ia senekat itu, padahal sempat kudengar masih
ada suara orang lain yang sedang bercakap-cakap di ruang sebelah.
Ternyata masih ada dua orang kolegaku yang belum keluar. Mereka
sedang bersiap-siap pulang dan sedang berjalan mendekat ke ruanganku
untuk pamitan. Aku tidak berani berteriak saat tangan Parjo yang
nakal mulai menggerayangi pahaku dari kolong mejaku. Aku hanya
berusaha mengatupkan kedua pahaku agar tangannya tidak bergerak
terlalu jauh. Aku menggigit bibirku menahan geli saat tangannya
yang kasar mengelus-elus paha bagian dalamku dan tangannya yang
terjepit kedua pahaku berusaha bergerak- gerak ke atas.

“Mbak Linda.. Mau lembur lagi” terdengar suara Ida salah seorang
staf bagian purchasing menyapaku dari luar ruangan. “Ehh.. Ii..
Iya habis buat persiapan meeting besok” aku tergagap menjawab
pertanyaannya.

Aku khawatir kalau-kalau si Ida dan Dewi yang saat itu belum
pulang masuk ke ruanganku dan tahu apa yang terjadi. Yang kurang
ajar lagi, ternyata tangan Parjo terus memaksa bergerak ke atas
hingga aku tak mampu menahannya lagi. Kini tangannya sudah mulai
meraba dan meremas vaginaku dari luar CD nylonku. Aku yang tadi sudah
terangsang karena bacaan cerita ngeres semakin terangsang lagi dengan
perlakuan Parjo itu.

“Kita pulang duluan ya Mbak.. Sampai ketemu besok! Salam buat Rio si
kecil”.

Suara Dewi sedikit melegakanku, karena kekhawatiranku kalau
mereka akan nyelonong ke ruanganku tidak terjadi. Mereka berdua
langsung keluar ruangan.
Kini di kantor hanya tinggal aku dan Parjo yang saat itu masih
sibuk meremas vaginaku dari luar CD-ku.

Aku yang sudah sangat terangsang tidak dapat menolak lagi apa yang
ia perbuat. Tanpa sadar aku membuka kedua pahaku agak lebar.
Mendapat angin seperti itu, jari Parjo yang nakal segera menyusup ke
dalam CD- ku dan mulai mengorek-ngorek lubang vaginaku yang sudah
mulai basah. Napasku sudah mulai memburu menahan gejolak yang
mulai mendesak.

Konsentrasiku membaca sudah mulai hilang karena pandangan mataku
mulai kabur menerima rangsangan Parjo. Kini bukan hanya tangannya
yang aktif bergerilya di selangkanganku yang sedikit terbuka. Lidah
Parjo pun mulai bergerak menjilati kedua pahaku sambil bersimpuh di
depan kursiku. Rok pendekku dipaksanya terbuka hingga pahaku semakin
terbuka.

Lidah Parjo yang panas menggelora mulai bergerak-gerak liar
menyapu seluruh permukaan kulit pahaku yang sangat sensitif.
Tubuhku semakin menggigil menahan geli saat lidahnya menyusuri kulit
pahaku disertai dengan gigitan-gigitan kecil.
Gila, Parjo rupanya tahu kalau aku sedang membuka cerita ngeres
saat ia masuk dan kusuruh membersihkan ruanganku sehingga ia
berani berbuat kurang ajar padaku. Aku sebetulnya tadi cuma
menggoda saja. Aku tidak menduga kalau akan sejauh ini.

“Jo.. Jang.. anhh” aku mendesis tapi tidak berani berteriak karena
takut kalau ada orang yang mendengar.

Namun Parjo rupanya sudah kesetanan. Pantatku ditariknya ke bawah
hingga aku terduduk di ujung kursiku. Hal ini memudahkan Parjo
menyingkap rokku dan menarik CD-ku hingga ke lututku. Tanpa membuang
waktu, Parjo mengangkat kedua pahaku dan mementangkannya di atas
kepalanya. Wajahnya menyuruk ke selangkanganku dan lidahnya
menghunjam ke dalam lubang vaginaku yang sudah sangat basah. Aku
tak mampu bergerak lagi. Tangannya yang kokoh memegang erat kedua
pahaku hingga tak bisa lagi bergerak. Aku takut memberontak karena
aku sudah duduk di ujung kursi, jadi kalau bergerak dengan keras aku
mungkin bisa jatuh.

Aku hanya pasrah dan menikmati saja apa yang seharusnya tidak boleh
kulakukan.
Aku memang terobsesi bercinta dengan orang kasar seperti dia,
namun itu hanya sebatas fantasi liarku. Aku tidak ingin
mengkhianati suamiku. Desakan birahi semakin menyergapku saat lidah
Parjo menyeruak masuk ke dalam lubang vaginaku dan bergerak kasar
menggesek-gesek menggelitik lubang vaginaku. Lidahnya yang kasar
bergerak liar semakin dalam ke dalam lubang kemaluanku. Napasnya
yang menggemuruh kurasakan menghembus bibir vaginaku.

Mataku mulai berkunang-kunang menahan gejolak nafsuku yang kian
meledak-ledak.
Perutku sudah mulai kejang karena bibir Parjo mulai menyedot-nyedot
itilku yang sudah sangat membengkak. Aku hampir saja mencapai
orgasme saat tiba-tiba telepon di mejaku berdering.

“Jo.. Stop.. Stopp” Seolah-olah tersadar akan keadaanku, aku
segera berteriak keras menghentikan aktivitas Parjo.

“Ma.. Maaf Bu..” ujarnya.

Mungkin karena takut aku akan berteriak, Parjo segera berhenti
dan langsung keluar ruanganku serta menghilang ke dalam meeting
room. Aku segera membereskan pakaianku yang acak-acakan dan mengatur
napas sebelum mengangkat telepon.

“Halloo..” sapaku di telepon. “Mah.. Ini aku Edy! Mau pulang sama-
sama enggak?” terdengar suara suamiku di seberang sana. “I.. Iya..
Aku tunggu Pah..” akhirnya aku memutuskan untuk jadi lembur hari itu.

Aku merasa bersalah dengan suamiku. Untung saja tadi suamiku
menelepon hingga aku tidak berbuat terlalu jauh dengan si Parjo.
Untuk menutupi rasa bersalahku sekaligus menuntaskan apa yang tadi
telah dimulai oleh Parjo, malam itu aku mengajak suamiku bermain
cinta. Aku melayani suamiku secara total. Kami yang biasanya
bermain cinta sekali, malam itu aku meminta suamiku
menyetubuhiku hingga tiga kali. Gila! Untung saja suamiku
tidak terlalu curiga dengan keganjilan ini. Hari ini aku selamat
dari perbuatan selingkuh.

Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa sudah hampir satu bulan
sejak kejadian waktu aku hampir saja mengkhianati suamiku dengan
kejadian di ruangan kantorku.
Aku pun sudah mulai dapat melupakan kejadian itu soalnya selama
ini aku juga hampir tidak pernah melihat Parjo. Aku pun tidak
berusaha ingin mengetahui keberadaannya.

Kira-kira satu minggu menjelang bulan puasa kegiatanku semakin
bertambah sibuk.
Aku harus banyak mempersiapkan kegiatan promosi menjelang penjualan
untuk hari raya lebaran nanti. Untuk itu aku banyak melakukan lembur
seperti biasanya.

Aku masih ingat saat itu hari Kamis tanggal 7 Oktober, aku
seperti biasanya lembur di kantor. Saat itu yang ada di kantor
hanyalah aku dan Ida yang juga sedang lembur menyelesaikan
tugasnya. Kira-kira pukul 18.00, Ida mendatangi ruanganku dan
mengajakku pulang bersama-sama, namun aku yang masih harus
menyelesaikan beberapa laporan memintanya untuk pulang duluan,
sehingga praktis di kantor hanya tinggal aku sendirian. Aku tidak
takut karena sudah terbiasa, lagi pula ada security yang selalu
berjaga-jaga di lobby bawah di lantai satu.

Entah karena ruangan AC yang dingin atau mungkin karena sejak
sore tadi aku belum ke rest room maka aku merasa ingin sekali buang
air kecil. Karena desakan itu aku pun meninggalkan ruanganku dan
pergi ke rest room yang letaknya di luar ruangan kantor namun masih
satu lantai dengan kantorku. Karena aku yakin sudah tidak ada orang
lain, maka aku melepas CD-ku dan memasukannya ke tasku sebelum ke
rest room. Hal ini kulakukan agar mudah melepas hajatku nanti.
Praktis saat itu aku tanpa mengenakan CD saat pergi ke rest
room. Toh rok pendekku cukup tebal, jadi kalau pun masih ada orang
tidak bakalan ketahuan, pikirku.

Keadaan memang sepi di kantor. Saat aku melewati koridor di samping
kantorku pun tidak tampak ada satu orang pun di sana. Aku lalu masuk
ke rest room dan menutup pintu kemudian langsung menghambur masuk ke
salah satu toilet yang berjajar di sana. Aku merasa lega sekali
setelah hajatku yang sedari tadi merongrongku terlepas sudah. Kini
aku bisa kembali bekerja dengan tenang.

Saat itu aku sedang merapikan pakaianku di depan cermin di ruangan
rest room.
Aku terkejut setengah mati saat aku tersadar bahwa ternyata di rest
room sudah ada orang lain selain diriku. Yang lebih mengejutkan
ternyata orang itu adalah Parjo yang sedari tadi memperhatikan
diriku saat mematut diriku di depan cermin.

Belum sempat hilang rasa terkejutku, Parjo sudah mendatangi dan
langsung memeluk tubuhku. Aku yang termasuk sudah cukup tinggi untuk
ukuran wanita ternyata masih terlalu kecil bila dibandingkan dengan
Parjo. Mungkin tingginya sekitar 175-an lebih karena ternyata
tinggi tubuhku hanya sebatas hidungnya saja. Selain tinggi, tubuh
Parjo sangat kekar dan tegap hingga aku tak mampu bergerak saat
kedua tangannya yang kokoh menyergapku.

Didekapnya tubuhku erat-erat dengan kedua lengannya yang kokoh.
Kemudian sambil sedikit menundukkan kepalanya, bibir Parjo yang
tebal mulai menyentuh bibirku.
Lidahnya mulai menerobos bibirku dan mencari-cari lidahku.
Napasnya mendengus dengus menggebu-gebu. Aku tidak mampu
menghindar karena tubuhku terjepit lengannya yang begitu kokoh.

“Hmmngghh.. Ughh..”, saat lidah Parjo dapat menemukan
lidahku, ia mulai mengerang dengan suara yang benar-benar
maskulin. Aku yang tadinya berusaha meronta-ronta, mulai berdesir
darahku mendengar erangan maskulinnya itu.

Aku merasa betapa dekapan Parjo begitu ketat menarik tubuhku hingga
tubuhku dan tubuhnya berhimpitan sangat ketat. Aku dapat merasakan
ada benda yang mengganjal di perutku dari balik celana Parjo. Tangan
Parjo yang mendekapku mulai bergerak nakal. Satu tangannya mulai
meremas buah pantatku dari luar rok ketatku sedangkan tangan
satunya sangat ketat mendekap punggungku.

Aku mulai terangsang saat lidah Parjo yang bergerak liar di dalam
mulutku mulai mendorong-dorong lidahku dan tangannya yang tadinya
meremas-remas buah pantatku mulai menyingkap rokku ke atas. Rokku
ditariknya ke atas hingga pantatku yang tidak tertutup CD segera
tersentuh langsung oleh telapak tangannya yang kasar.
Aku menggerinjal karena tangannya yang kasar terasa geli di pantatku
yang halus.

“Hhsshh.. Oughh..” tanpa sadar aku sedikit melenguh karena tangan
kasar Parjo meremas buah pantatku yang terbuka dengan gemasnya.
Napasku mulai memburu dan gairahku mulai terusik. Apalagi bau
keringat Parjo yang menusuk sangat maskulin dalam penciumanku.

“Ja.. Jangan.. Joo.. Ohh.. Sshh” antara sadar dan tidak aku masih
sempat meronta dan mulutku masih mencoba mencegah perbuatan Parjo
lebih jauh. Namun seolah tak peduli dengan desisanku atau mungkin
karena penolakanku tidak begitu sungguh sungguh, Parjo tetap saja
merangsekku dengan serbuan-serbuan erotisnya.

Lidah Parjo terus saja menjilat-jilat mulutku dan turun ke daguku.
Aku semakin gelisah menerima rangsangan ini, apalagi tangan Parjo
yang tadinya meremas remasa pantatku kini bergeser ke depan dan
mulai mengelus-elus daerah perut di bagian bawah pusarku. Tubuhku
bergoyang-goyang kegelian menahan serbuan tangan nakal Parjo yang
sudah mulai merambah daerah selangkanganku.

“Joo.. Jang.. Jangannhh.. Ohh..” aku semakin mendesis antara menolak
dan tidak.

Tangan Parjo yang nakal semakin liar mengaduk-aduk daerah
sensitifku. Mulutnya kian gencar menyedot-nyedot leherku. Seolah tak
peduli dengan rengekanku, Parjo terus saja bergerak. Kini tangannya
bahkan mulai meremas-remas labia mayoraku yang sudah mulai basah
berlendir.

Tubuhku tersentak saat jari tangan Parjo mulai menyusup ke dalam
labia mayoraku dan mulai mengorek-korek tonjolan kelentitku.
Digerakannya jarinya berputar putar menggesek kelentitku. Kakiku
seolah sudah tak bertenaga hingga tubuhku sudah tersandar
sepenuhnya di pelukan Parjo. Sambil terus memutar-mutar jarinya di
tonjolan kelentitku, Parjo mulai mendorong tubuhku dan
diangkat untuk didudukkan di atas toilet rest room yang dingin itu.
Aku yang sudah mulai pasrah hanya diam saja atas perlakuannya.

Parjo lalu melepaskan jarinya dari selangkanganku dan ia mulai
berjongkok di hadapanku. Wajahnya berada dekat sekali dengan
selangkanganku yang terbuka lebar.

“Aw.. Ohh..” tubuhku kembali tersentak saat tiba-tiba Parjo
menyurukkan wajahnya ke selangkanganku dan mulutnya menyedot-nyedot
bibir kemaluanku.

Lidahnya yang panas menerobos masuk di antara labia mayoraku dan
mengais-ngais daging hangat lubang vaginaku. Tanpa sadar aku meremas
rambut Parjo yang jabrik itu. Tanpa bicara, Parjo terus bekerja! Ya
sedikit bicara banyak bekerja!! Ini benar- benar tepat untuk
keadaan Parjo saat itu. Lidahnya kini mulai mempermainkan
kelentitku yang sudah semakin mengembang. Perutku mulai kejang
karena menahan kenikmatan yang hampir meledak.

“Shh.. Ouhh.. Shh.. Ter.. Rushh Jo..” bibirku tak henti-
hentinya berdecap menahan kenikmatan yang mulai naik ke ubun-ubunku.

Aku yang tadinya berkata jangan, sekarang meminta Parjo untuk
terus! Tanganku tanpa sadar merengkuh kepala Parjo agar
semakin ketat menempel ke selangkanganku. Rupanya Parjo tahu
kalau aku sudah hampir mencapai orgasme.
Lidahnya semakin gila mempermainkan kelentitku. Bibirnya menyedot
seluruh cairan yang semakin membuat vaginaku basah. Aku hampir saja
mencapai klimaks saat tiba tiba Parjo menarik kepalanya dari
selangkanganku. Aku hampir saja terjatuh dari dudukku karena
pantatku tanpa sadar bergerak maju mengejar wajah Parjo yang
ditariknya.

Parjo benar-benar mempermainkan aku. Saat aku sudah menjelang
orgasme, tiba-tiba ia menghentikan pekerjaannya yang belum tuntas.
Napasku sudah ngos-ngosan karena didera nafsu. Parjo yang sudah
berdiri di depanku mulai melepas gespernya dan memerosotkan
celana sekaligus CD-nya hingga ke lututnya. Aku benar-benar
terkejut melihat kont*l Parjo yang luar biasa. Besar dan panjang..
Luar biasa.
Aku ngeri melihatnya. Jangan-jangan vaginaku bisa jebol dibuatnya.
Benar-benar sesuai dengan ukuran tubuhnya yang perkasa.

kont*l Parjo yang perkasa berdiri tegak mengacung ke arah wajahku
yang terpaku melihatnya. Tanpa memberi kesempatan padaku untuk
berlama-lama melihat kont*lnya yang perkasa, Parjo segera menarik
tubuhku dan membaliknya. Kini aku berdiri menghadap cermin. Kedua
tanganku bertumpu di atas toilet yang tadi kududuki.
Tangan Parjo yang kekar mendorong punggungku sedikit membungkuk
hingga pantatku agak menungging. Lalu kedua kakiku digesernya agar
lebih membuka.

Bulu-bulu di tubuhku mulai merinding saat ada benda hangat dan
tumpul mulai bergesek-gesek di bibir kemaluanku mencoba masuk.
Lubang vaginaku yang sudah licin sangat membantu penetrasi yang
dilakukan Parjo dari arah belakang.

“Oghh..” kudengar Parjo menahan napas saat ujung kont*lnya yang
seperti topi baja mulai terjepit labia mayoraku. Aku pun tak mampu
bernapas karena benda itu terasa sesak sekali mengganjal
selangkanganku. “Hkk.. Hh.. Shh.. Ouchh” aku mendesis tercekat.

Parjo agak kesulitan mendorong kont*lnya masuk ke dalam lubang
vaginaku yang agak kesempitan menerima serbuannya. Aku sendiri
heran, aku yang sudah pernah melahirkan terasa seperti perawan
saja saat ditembus batang kont*lnya. Terus terang ukurannya jauh
lebih besar dibandingkan dengan milik suamiku. Aku menjadi lupa diri
saat itu. Yang kutahu aku harus menuntaskan gairah napsuku.

Berkali-kali Parjo terus mendorong batang kont*lnya. Tanpa
sadar aku ikut membantunya dengan menggeser pantatku hingga
kont*l Parjo terdorong masuk.
Tubuhku bergetar karena seluruh lubang vaginaku seperti tergesek
oleh besarnya kont*l Parjo yang baru masuk kira-kira setengahnya saja.

“Ouchh.. Hhahh..” aku berkali-kali pula mendesis menahan nikmat
yang kembali naik ke kepalaku.

Dengan pelan Parjo kembali menarik batang kont*lnya dari
jepitan lubang vaginaku. Didorongnya lagi hingga bertambah dalam
batang itu menerobos masuk ke dalam lubang vaginaku yang sudah
mulai bisa beradaptasi dengan besarnya kont*l Parjo. Sekarang
gerakan maju mundur batang kont*l Parjo mulai lancar.

“Hugghh..” kami sama-sama menahan napas saat kurasakan seluruh
batang kont*l Parjo sudah masuk ke dalam jepitan lubang vaginaku
hingga ke pangkalnya. Itu aku rasakan karena pantatku menempel ketat
pada kantung biji telur kemaluan Parjo.
Lubang vaginaku terasa berdenyut-denyut meremas batang kont*l
Parjo yang memenuhi lubang vaginaku. Panjang sekali batang
kont*lnya hingga mulut rahimku seolah-olah seperti tersodok benda
tumpul. Tubuh kami terdiam seperti terpatok satu sama lain oleh
pasak yang menyumpal lubang kemaluanku.

Tangan Parjo yang tadinya memegang kedua sisi pinggulku mulai
menyusup ke dalam gaunku dan bergerak meremas kedua payudaraku.
Tangannya yang kasar membuat tubuhku menggelinjang saat meremas
payudaraku yang sudah terlepas dari BH-ku.
Kait BH-ku memang ada di depan hingga mudah bagi Parjo melepas
penjepitnya.

Mataku terpejam menahan desakan napsu yang mulai mendesak dari
perutku. Dengan pelan Parjo mulai menarik batang kont*lnya dari
jepitan lubang vaginaku lalu mendorongnya kembali. Tubuhku mulai
bergetar saat batang kont*lnya menggesek gesek seluruh dinding
vaginaku.

Sambil berpegangan pada kedua payudaraku, Parjo terus mendorong
dan menarik pantatnya. Gerakan batang kont*l Parjo dalam lubang
kemaluanku semakin lancar karena sudah banyak sekali cairan pelicin
keluar dari lubang kemaluanku. Mulut Parjo yang tak henti-
hentinya menjilati kudukku terasa semakin membuatku melayang ke
awan tak bertepi.

Tangan Parjo yang tadinya meremas payudaraku dilepasnya dan menarik
wajahku agar menengok ke belakang. Bibirku langsung dipagutnya
dengan bibirnya yang tebal begitu wajahku menoleh. Lidah Parjo
segera didorong masuk ke dalam mulutku dan mulai menggelitik rongga
mulutku. Aku jadi ingat saat membaca majalah porno yang dibawa
suamiku dulu. Ini rupanya yang disebut posisi 99. Baru kali ini
aku merasakannya.

Posisi 99 dilakukan dengan kedua pasangan menghadap ke arah yang
sama, laki-laki di belakang dan perempuan di depan. Penis laki-laki
menusuk vagina atau anus si perempuan dari arah belakang, sementara
tangan si lelaki meremas-remas payudara si perempuan dan keduanya
saling berpagutan bibir. Indah sekali!!

Aku tidak pernah membayangkan kalau akhirnya aku melakukan hubungan
seks dengan posisi seperti ini. Tangan Parjo kembali menyusup ke
dalam gaun kerjaku dan mulai mengerjakan tugasnya meremas-remas
kedua payudaraku. Bibirnya memagut bibirku dengan lidahnya
mendorong-dorong lidahku. Sementara batang kont*lnya terus
menghunjam lubang vaginaku tanpa ampun. Berkali-kali rambut kemaluan
Parjo yang kasar seperti habis dicukur menggaruk-garuk pantatku saat
kont*lnya melesak ke dalam lubang vaginaku hingga ke pangkalnya.
Aku pun berkali-kali mengerang tanpa rasa malu-malu lagi. Aku memang
selalu ribut kalau sedang bersenggama.

Tanpa harus diperintah, aku mulai menggoyangkan pantatku mengikuti
irama tusukan kont*l Parjo. Tubuhku mulai terhentak-hentak dan
gerakan pantatku sudah tidak terkendali. Pantatku semakin cepat
bergoyang dan mundur menyambut dorongan kont*l Parjo hingga masuk
sedalam-dalamnya ke dalam jepitan lubang vaginaku.

“Ter.. Rushh.. Joo.. Oohh” aku terus mendesis-desis tak
terkendali. Tubuhku seolah melayang dan ringan. Parjo semakin cepat
menarik dan mendorong kont*lnya menghunjam lubang vaginaku. Aku
tersentak. Perutku terasa kejang menahan desakan yang hampir meledak.

“Terushh Linn.. Terushh..” kudengar Parjo menggeram sambil menusuk-
nusuk lubang vaginaku kian kencang. Lalu mulutnya kembali melumat
bibirku dan tanpa dapat kutahan lagi tubuhku berkelojotan
melepaskan ledakan birahi yang sudah tidak terbendung lagi. Aku
menggigit bibir Parjo yang melumat bibirku. Pada saat yang sama,
tubuh Parjo pun menggeliat dan tersentak-sentak seperti penari
breakdance.
Tubuh bagian bawah kami yang saling menempel menggeliat secara
bersamaan.
Pantatku yang menempel ketat dan seperti terpaku pada tulang
kemaluan Parjo memutar tak terkendali.

“Arghh.. Shh..” seperti suar koor, kami berdua menggeram secara
bersamaan.

Otot-otot vaginaku berdenyut-denyut mencengkeram kont*l Parjo
yang tertanam sepenuhnya didalamnya. Cratt.. Cratt.. Cratt..
Crat.. Crat.. Akhirnya kont*l Parjo mengedut-ngedut dan hampir
lima kali menyemburkan cairan hangat yang menyiram ke dalam mulut
rahimku. Terasa begitu kencang semburan air mani Parjo menyemprot
dalam lubang vaginaku. Kami terus bergerak hingga tuntas sudah air
mani Parjo terperas denyutan lubang vaginaku.

Akhirnya kami sama-sama terdiam lemas tak berdaya. Napas kami
saling memburu.
Denyut jantungku berdentum setelah bekerja keras memburu
kenikmatan. Aku yang kelelahan tak mampu bergerak lagi dan ambruk
di atas toilet. Kubiarkan saja kont*l Parjo yang masih menancap
erat dalam lubang vaginaku. Tubuh Parjo pun ambruk menindihku.
Pantatku tetap menempel ketat pada tulang kemaluannya. Aku
merasakan betapa banyak cairan air mani yang disemprotkan Parjo ke
dalam lubang vaginaku hingga sebagian meleleh ke pahaku.

Perlahan-lahan kont*l Parjo mulai melembek dan akhirnya terlepas
dari jepitan lubang vaginaku dengan sendirinya. Beberapa saat
kemudian Parjo bangkit dan masuk ke WC. Kudengar suara
gemericik air, mungkin ia sedang membersihkan kont*lnya yang
lengket oleh cairan kami berdua. Ia juga mengambil tissue dari WC
dan kemudian membersihkan lelehan air maninya yang membasahi
pahaku dengan telaten. Beberapa kali ia mondar- mandir ke WC
mengambil tissue dan membersihkan semua cairan dari selangkanganku.
Geli sekali rasanya saat tangannya yang kasar dengan nakal meremas-
remas vaginaku saat membersihkan dengan tissue.

“Terima kasih Lin.. Sorry aku sudah tidak tahan ingin
menikmati keindahan tubuhmu” ia tidak lagi memanggilku dengan ibu
tapi langsung namaku begitu saja.
Aku hanya terdiam. Aku sebenarnya menyesal juga telah melakukan
pengkhianatan pada suamiku. Tapi semua sudah telanjur. Aku hanya
mengangguk saja saat ia meminta maaf untuk yang kedua kalinya.

Aku merapikan pakaianku dan kembali ke ruanganku dengan langkah
gontai akibat kelelahan setelah bersetubuh sambil berdiri tadi. Parjo
pun segera membersihkan lantai dari lelehan air maninya yang
tercecer di rest room itu.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 19.30 malam saat aku masuk
ruanganku. Jadi hampir satu jam aku bersetubuh dengan Parjo di rest
room tadi. Aku masih sangat lelah hingga tak mampu lagi
berkonsentrasi dengan pekerjaanku. Aku hanya terpaku di depan mejaku
menatap layar monitor yang tetap menyala.

Aku tersentak dari lamunanku saat HP-ku berdering. Kulihat di
layar ternyata suamiku menelpon.

“Hallo mah.. Kemana saja kamu? Dari tadi kutelepon kok tidak
diangkat?” terdengar suara suamiku di seberang sana. “Oh.. Eh.. Anu..
Tadi aku ke toilet.. Habis perutku rasanya mulas setelah makan
siang” jawabku mencari alasan yang tepat. “Tapi.. Kamu enggak apa-
apa kan?” terdengar suara Mas Edy agak khawatir “Enggak apa-apa kok
pah..” jawabku. “Ya sudah kalau enggak apa-apa.. Mau pulang bareng
enggak?” kata suamiku lagi. “Enggak ah.. Aku masih mau lembur
soalnya laporan musti selesai malam ini juga” aku yang memang
berniat mau meneruskan pekerjaanku meminta suamiku tidak usah
menjemputku.

Aku kembali menatap monitor yang menyala di depanku. Pikiranku belum
bisa diajak berkonsentrasi. Aku sangat merasa bersalah telah
mengkhianati suamiku yang begitu mencintaiku. Di sisi lain aku
merasa ada rasa aneh saat mengingat kejadian tadi. Pikiranku
masih melayang ke tempat lain saat ada tangan kuat memelukku dari
belakang. Aku kembali tersadar dari lamunanku.

“Eh.. Su.. Sudah Jo.. Jangan lagi” aku berusaha berontak setelah aku
tahu bahwa pemilik tangan kekar itu ternyata Parjo yang memelukku
dari belakang. “Enggak apa-apa Lin.. Aku sayang sama kamu..”
bisik Parjo sambil memelukku. Aku tak mampu melawan Parjo yang
sudah mulai bernafsu lagi. Apalagi tubuhku masih terasa lemas sekali
sejak digoyang Parjo di rest room tadi.

Napas Parjo yang memburu terasa panas menghembus di leherku saat
lidahnya mulai menjalar menjilati kudukku. Aku masih berusaha
menghindar saat bibirnya berusaha mencium pipiku. Tetapi tangan
Parjo yang kokoh segera memaksa wajahku menghadapnya dan
bibirnya yang tebal segera melumat bibirku. Aku hanya mampu
menutup bibirku erat-erat sebagai upaya penolakanku. Namun lidah
Parjo tak putus asa berusaha menggesek bibirku dan menyusupkannya
ke dalam mulutku. Akhirnya pertahananku bobol juga. Lidah Parjo
berhasil menyusup ke dalam mulutku dan mulai mendorong-dorong
lidahku. Tangannya yang kokoh mulai meremas-remas payudaraku
dari luar gaun.

Mendapat rangsangan seperti itu, perlahan- lahan gairahku mulai
bangkit lagi.
Lidahku akhirnya membalas dorongan lidahnya hingga kami saling
berpagutan.
Sambil tetap menciumi lidahku, Parjo mengangkat tubuhku dan
memondongku dibawa ke ruang meeting VIP yang khusus dipakai menjamu
tamu VIP. Ruangan itu cukup luas dan dilengkapi dengan sofa yang
empuk.

Tubuhku segera dihempaskan ke sofa itu dan kembali Parjo
mencumbuku dengan ganasnya. Dengan sikap posesif, Parjo terus
mencumbuku di ruang meeting VIP itu.
Seluruh tubuhku mulai bergelora dan tergelitik. Tangan Parjo yang
terampil mulai melepaskan kancing gaunku satu persatu. Sekarang aku
hanya mengenakan rok ketat dan BH. Kembali Parjo menggumuliku di
sofa empuk itu. Lidahnya yang tadinya menggelitik lidahku mulai
bergeser turun ke leherku, sementara itu tangannya segera
melepaskan pengait BH-ku dan melepaskan BH tersebut hingga tubuh
bagian atasku sudah tanpa penutup lagi.

Lidah Parjo terus bergeser turun dari leher ke bahuku yang terbuka
lebar. Tangan Parjo secara otomatis bergerak ke dadaku yang sudah
terbuka dan bermain-main di sana. Kedua payudaraku terasa agak
sakit karena Parjo meremasnya dengan kasar dan gemas.

“Ohh..” tanpa sadar aku menggumam saat kedua puting payudaraku yang
didekatkan satu sama lain dilumat mulut Parjo dengan rakus secara
bersamaan. Lidahnya yang kasar dan panas mempermainkan kedua puting
payudaraku. Tubuhku terasa bergetar menahan gairah.

Aku tak henti-hentinya mendesis menahan geli dan nikmat saat mulut
Parjo melumat payudaraku dengan gemasnya. Tangan Parjo lalu
melepaskan satu-satunya penutup tubuhku. Rokku dilepasnya hingga aku
betul- betul telanjang bulat. Aku baru kali ini telanjang bulat di
kantorku sendiri. Aku berbaring telentang di sofa sambil tanganku
berusaha menutupi selangkanganku karena jengah. Mata Parjo tak
pernah lepas dari tubuhku ketika ia membuka pakaiannya satu demi satu.

Aku menahan napas melihat Parjo yang sudah telanjang bulat di
depanku. Perutnya datar dan keras. Tungkai dan lengannya yang kokoh
sangat lebat ditumbuhi rambut.
Tubuhnya tegap berotot, urat-urat darah yang kuat terlihat jelas di
lengannya.
Parjo lalu duduk di dekat tubuh telanjangku.

“Tubuhmu seksi sekali Lin..” bisik Parjo di telingaku.

Tangannya segera bergerak mengelus dadaku. Ibu jarinya
melakukan gerakan melingkar di atas payudaraku hingga membuatku
menggelinjang kegelian. Tangannya lalu meraba perutku dan terus
bergeser turun dan menyingkirkan tanganku yang menutupi
selangkangan. Ditangkupkannya telapak tangannya di bukit vaginaku
dan ditekankannya tangannya di sana sambil meremas pelan.

“Ohh..” aku hanya mendesis menahan gairah.

Parjo lalu menundukkan wajahnya dan merangkak di atasku dengan
posisi terbalik.
Mulutnya segera menyerbu payudaraku. Lidahnya menyapu-nyapu
seluruh permukaan kulit payudaraku dan menyedot putingku dengan
gemasnya. Tanpa sadar tanganku bergerak meremas-remas rambut
kepalanya. Parjo pun semakin bersemangat begitu mendapat respons
dariku.

Lidahnya terus merayap turun hingga ke perutku. Kini wajahku
menghadap dadanya yang bidang. Mulutku yang menempel ketat di
dadanya secara otomatis mulai merespons. Keringat Parjo yang
berbau menyengat menjadi obsesiku. Aku tak menyia-nyiakan untuk
merasakan keringatnya. Lidahku tanpa malu-malu lagi mulai menjilati
puting dada Parjo yang hitam kecoklatan.

Lidah Parjo terus turun ke selangkanganku. Otomatis wajahku kini
menghadap ke arah selangkangannya yang merangkak di atasku dengan
posisi terbalik. Batang kont*lnya yang berukuran super menggantung
bergoyang-goyang di depan mulutku seperti terong. Karena ujungnya
menyentuh-nyentuh mulutku, aku terusik untuk membuka mulutku dan
mulai menjilati ujung topi bajanya.

“Ouchh.. Jo..” tubuhku tersentak saat lidah Parjo mulai menjilati
vaginaku dan lidahnya menyeruak ke dalam lubang vaginaku
menjilati dinding- dindingnya.
Pantatku terangkat secara otomatis. “Arghh..” Parjo pun melenguh
saat mulutku menyedot-nyedot ujung kepala kont*lnya yang sudah
sangat keras.

Setelah puas saling menjilat dan mencumbu, Parjo membalikkan
tubuhnya menghadap ke arahku. Tangan Parjo segera menguakkan
kedua pahaku lebar-lebar. Ia menempatkan tubuhnya di antara
kedua pahaku dan mulai menyatukan tubuhnya ke tubuhku. Kulit Parjo
yang sudah licin oleh keringatnya yang berbau menyengat tampak
mengkilap. Titik-titik keringat bermunculan di kening dan lehernya.
Parjo menghunjamkan tubuhnya dalam-dalam berulang kali ke dalam
hingga kedua tulang kemaluan kami saling melekat satu sama lain.

Mulut Parjo segera melumat bibirku yang setengah terbuka karena
merasa sesak napas saat selangkanganku terganjal kont*l Parjo yang
melesak ke dalam lubang vaginaku hingga ke pangkalnya. Dalam sekali
rasanya hingga mulut rahimku terasa agak ngilu tersodok ujung
kont*lnya.

Aku yang sudah sangat terangsang berusaha ikut bergerak
mengimbangi tusukan tusukan Parjo di selangkanganku dengan
menggerakkan pantatku yang tercengkeram oleh kedua tangannya.
Parjo terus mengayunkan pantatnya naik-turun di atas perutku
dengan seluruh berat tubuhnya tertumpu di atas perutku. Dadanya
yang bidang ketat menghimpit kedua payudaraku. Napasku terasa sesak
sulit bernapas karena tertindih berat tubuhnya. Apalagi mulut Parjo
yang masuk melumat bibirku berusaha menyedot-nyedot lidahku.

Aku bisa bernapas lega saat Parjo melepaskan kont*lnya dari
jepitan lubang vaginaku dan bangun. Ia duduk di tepi sofa dan
mengangkat tubuhku agar duduk di pangkuannya. Tubuhku kembali
direngkuhnya dan bibirku kembali dipagutnya dengan rakus. Aku yang
duduk di atas pangkuan Parjo dengan mengangkangkan kaki di antara
kedua pahanya tidak dapat bergerak karena kedua tangannya melingkar
erat di punggungku dan menariknya ketat hingga payudaraku kembali
tergencet dadanya yang bidang itu.

kont*l Parjo yang berukuran super itu tergencet di antara perutku
dan perutnya sendiri. Lalu kedua tangan Parjo bergeser ke pantatku
dan mengangkatnya hingga aku setengah berdiri menghadap ke arahnya.
Kemudian satu tangannya mengarahkan ujung kepala kont*lnya dan
diarahkan ke selangkanganku. Tubuhku diturunkannya dengan pelan
hingga sedikit demi sedikit ujung kont*lnya mulai terbenam kembali
ke dalam lubang vaginaku.

Aku menahan napas saat batang kont*l Parjo mulai terjepit
dinding lubang vaginaku dan melesak ke dalamnya. Seluruh bulu
tubuhku merinding karena batang kont*lnya yang begitu besar serasa
menggesek seluruh celah dinding vaginaku.

“Ahh..” hampir secara bersamaan kami menghela napas lega saat
seluruh batang kont*l Parjo akhirnya masuk tertelan lubang
vaginaku. Pantatku terasa geli tertusuk-tusuk rambut kemaluan Parjo
yang agak tajam karena dicukur cepak. Aku merasa geli karena
kantung telur Parjo yang lunak dan hangat menempel ketat di bawah
pantatku.

Dengan dibantu kedua tangannya yang kokoh yang menyangga kedua
buah pantatku, tubuhku bergerak naik turun di atas pangkuan
Parjo. kont*lnya yang terjepit ketat dalam lubang vaginaku
menggesek seluruh relung dinding vaginaku. Aku harus menggigit
bibirku kuat-kuat agar dapat menahan kenikmatan yang mulai
menggerogoti sumsum tulang belakangku.

Parjo menundukkan wajahnya dan segera menyurukkannya ke dadaku yang
berayun-ayun seiring dengan gerakan tubuhku yang seperti menari-
nari di atas pangkuannya.
Kedua payudaraku dilumatnya dengan bibirnya yang tebal bergantian.
Lidah Parjo yang kasar dan panas mengilik-ngilik puting payudaraku
yang dijepitnya dengan bibirnya. Aku merasa seperti melayang
menerima rangsangan ganda seperti ini.

“Ohh.. Joo..” tanganku segera merengkuh kepala Parjo dan
menekankannya ke dadaku. Perutku mulai merasa kejang-kejang.
Gerakanku mulai tak terkendali di atas pangkuan Parjo. Dinding
vaginaku terasa mulai berdenyut-denyut meremas kont*l Parjo yang
terjepit di dalamnya. Gerakanku semakin liar dan kepalaku seperti
tersentak ke atas.

“Terrushh Joo.. Oohh” aku menjerit panjang saat ada sesuatu yang
pecah di dalam perutku. Aku sudah tidak mampu menahan jebolnya
gairahku. Pantatku berputar liar di atas pangkuan Parjo seperti
ingin menggesek dan menggerus kont*lnya yang terbenam di dalamnya.
Tangan Parjo membantuku memutar pantatku. Aku melayang dan terhempas
ke tempat kosong.

Napasku tinggal satu-satu. Lelah sekali rasanya tubuhku. Aku
terkulai lesu di atas pangkuan Parjo. Kedua tanganku memeluk
erat lehernya untuk menuntaskan sisa-sisa kepuasan yang benar-
benar melelahkan. Dinding-dinding vaginaku mengedut-ngedut
selama beberapa saat lalu aku terdiam dan ambruk di atas
pangkuan Parjo.

Parjo memberiku kesempatan untuk mengatur napasku dengan membiarkan
aku terkulai di pangkuannya. kont*lnya yang masih sangat keras
tetap kokoh memaku lubang vaginaku.

“Masih capai Lin..?” bisik Parjo di telingaku. “He.. Eh..” aku
tak berani melihat wajahnya karena malu, soalnya tadi aku
menolak tetapi akhirnya aku berhasil ditundukkannya. Aku malu sekali
padanya.

Perlahan-lahan Parjo mengangkat tubuhku dari pangkuannya. Serr..
Nikmat sekali saat batang kont*lnya yang tadi menyumbat lubang
kemaluanku tertarik keluar menggesek dinding vaginaku. Aku sempat
melirik batang kont*l Parjo yang begitu basah dan licin mengkilat
karena hasil orgasmeku tadi. Aku lalu disuruhnya merangkak dengan
menghadap ke sofa. Parjo berlutut di belakang tubuhku yang
membelakanginya.

Tubuhku menggelinjang saat lidah Parjo mulai menjalari tulang
belakangku.
Lidahnya menjelajah seluruh permukaan kulit punggungku. Bulu
romaku dibuat merinding oleh ulahnya.

“Ughh..” aku melenguh pelan saat mulut Parjo membuat gigitan
ringan di atas pinggulku. Otot-otot perutku serasa ditarik karena
rangsangan itu. Mulut Parjo tidak berhenti di situ. Mulutnya
terus bergeser turun hingga kini kedua buah pantatku digigit-
gigitnya dengan gemas. Seluruh tubuhku bergetar menerima
perlakuannya. Apalagi saat lidah Parjo mulai menyapu-nyapu daerah
sekitar lubang anusku.

“Ja.. Jangan Jo..” namun terlambat. Aku tidak mampu mencegah saat
lidah Parjo mulai menusuk-nusuk dan mengilik-ngilik lubang anusku.
Geli sekali rasanya.
Pantatku tidak dapat bergerak karena dicengkeram kedua tangannya yang
kokoh. Aku hanya bisa pasrah dan menikmati jilatan lidahnya di lubang
anusku.

Setelah puas menikmati lubang anusku dengan lidahnya, Parjo mulai
mengarahkan kont*lnya ke lubang vaginaku. Ia menusuk vaginaku
dengan kont*lnya di antara kedua buah pantatku. Aku harus menahan
napas lagi saat kepala kont*lnya mulai menerobos lubang vaginaku.
Agak perih dan ngilu rasanya.

Lubang vaginaku mulai mengeluarkan cairan pelicin lagi saat Parjo
mengocoknya dengan ujung kepala kont*lnya yang digesek-gesekkan di
antara bibir vaginaku. Hal ini membuat tusukannya bertambah lancar.

“Ughh.. Hkkhh” Parjo menggumam saat seluruh kont*lnya berhasil
masuk ke dalam lubang vaginaku. Aku pun dapat bernapas lega
setelah seluruh batang kont*lnya melesak masuk. Ia terdiam beberapa
saat menikmati denyutan dinding vaginaku yang melumat kont*lnya.

Nafsuku kembali bangkit saat Parjo berkali- kali memaju-mundurkan
pantatnya menarik dan mendorong kont*lnya di dalam lubang vaginaku.
Aku kembali tergerak menikmati tusukan-tusukannya dengan ikut
menggerakkan pantatku. Pantatku maju mundur berlawanan arah
mengikuti irama tusukannya. Jika ia menarik mundur aku maju dan
jika ia maju aku mendorong pantatku ke belakang menyongsong
tusukannya.
Plok.. Plok.. Plokk.., begitulah setiap kali pantatku beradu
dengan tulang kemaluannya selalu terdengar suara seperti tepukan.
Kedua payudaraku berguncang guncang setiap kali vaginaku disodok
kont*l Parjo.

Darahku mulai menggelegak terbakar nafsu. Tangan Parjo yang tadinya
mencengkeram kedua buah pantatku sekarang berpindah dan
meremas kedua payudaraku yang berguncang-guncang. Jari-jarinya
memilin kedua puting payudaraku.

“Ohh.. Joo.. Ter.. Russhh.. Terushh” tanpa malu-malu lagi aku
mendesis meminta Parjo terus memompakan kont*lnya. Pantatku
yang tadinya maju-mundur kini bergerak memutar seolah hendak
memeras. Dinding vaginaku kembali berdenyut denyut. Aku memejamkan
mataku berusaha menahan ledakan yang sudah hampir sampai.
Aku berusaha menahan lebih lama lagi. Kelentitku yang sudah
mengembang tergesek gesek oleh tusukan kont*l Parjo yang perkasa.

“Ohh.. Joo.. Arghh..” aku mengerang panjang. Aku sudah tidak
mampu bertahan lagi. Siksaan gejolak napsu itu terlalu kuat untuk
kutahan. Aku harus menyerah lagi untuk yang kesekian kalinya,
padahal aku yakin Parjo belum apa-apa. Tubuhku terasa ringan
sekali. Otot perutku mengejang dan tubuhku meliuk melepaskan
orgasmeku. Aku terus bergerak menuntaskan orgasmeku lalu
ambruk di sofa.
Kubiarkan saja kont*l Parjo menancap di lubang vaginaku. Aku sudah
terlalu lelah untuk bergerak.

Aku hanya pasrah saat Parjo menarik tubuhku dan membaringkannya di
karpet ruang meeting room itu. Tubuhku ditelentangkannya dan
kedua kakiku dipentangkannya lebar-lebar. Aku berusaha menutupi
lubang vaginaku yang menganga dengan tanganku. Aku risih juga
karena bagian tubuhku yang paling pribadi dipelototi mata Parjo.

Parjo kembali merangkak di atas perutku dan menindihku. kont*lnya
yang licin karena lendir orgasmeku kembali ditusukkannya ke
lubang vaginaku. Kepala kont*lnya agak mudah tergelincir masuk ke
dalam jepitan lubang vaginaku karena memang sudah sangat licin. Ia
terus mendorong pantatnya hingga seluruh kont*lnya amblas ke dalam
vaginaku.

Dengan bertumpu pada kedua lutut dan sikunya, Parjo mulai
mengayunkan pantatnya naik turun di atas tubuhku. Batang kont*lnya
dengan sendirinya bergerak keluar masuk menusuk-nusuk lubang
vaginaku. Aku masih belum mampu bergerak. Kubiarkan saja Parjo
sibuk sendiri di atas tubuh telanjangku.

Bibir Parjo yang terus menerus menciumi bibir lalu leher dan
turun lagi ke payudaraku membuat nafsuku kembali bangkit. Lidahnya
yang terus bermain-main di kedua puting payudaraku dan tusukan-
tusukan kont*lnya kembali memaksaku menggerakkan tubuhku.

“Hmmghh.. Ughh.. Ughh..” mulut Parjo terus saja mendengus seperti
kerbau gila.
Ayunan pantatnya semakin kencang menghantam vaginaku. Ia
terus bergerak memacuku. Berkali-kali mulut rahimku tersodok-
sodok ujung kont*lnya. Ngilu bercampur nikmat berbaur menjadi
satu. Keringatnya telah semakin membuat tubuhnya licin. Aroma
keringatnya yang maskulin benar-benar membuatku mabuk karenanya.

Aku semakin tidak mampu bergerak karena berat badan Parjo seolah
bertumpu pada perutku. Kedua tangannya berpindah mengganjal
kedua buah pantatku dan mencengkeramnya kuat-kuat. Bibirnya kini
melumat bibirku dan lidahnya menggesek gesek langit-langit mulutku.
Pantatnya kian cepat memompa menghantam vaginaku. Aku merasa
darahku mulai menggelegak. Perutku kembali mengejang pertanda akan
mencapai klimaksku lagi.

Aku berusaha memutar pantatku yang dicengkeram kedua tangan Parjo
dengan sisa tenagaku. Gerakan pantatku memutar menyongsong tusukan
kont*lnya yang menderu deru. Vaginaku mulai mengedut-ngedut dan
mataku seolah mulai terbalik menahan nikmat. Aku terus bergerak
menyongsong nikmat. Gerakanku dan gerakan Parjo semakin liar tak
terkendali. Kami sama-sama mendengus dan mengerang.

Tangan Parjo yang meremas kedua buah pantatku terasa lebih kuat.
Pantatnya terus menghunjam selangkanganku. Tubuhku menggeliat dan
tersentak. Pantatku terangkat saat aku merasa ada suatu ledakan di
dalam perutku.

“Arrgghh.. Ter.. Rushh.. Terushh.. Oughh” mulut Parjo
terus memintaku mempercepat putaran pantatku. Aku terus berusaha
bergerak. “Ohh” aku merintih panjang bersamaan dengan geraman Parjo.

Mulut Parjo melumat bibirku kencang sekali saat ujung kont*lnya
menyemburkan mani ke dalam mulut rahimku. Crrt.. Crtt.. Crrt..
Crrtt.. Crutt.. Hangat sekali rasanya saat mulut rahimku tersembur
air maninya. Tubuh Parjo ambruk di atas perutku. Kami sama-sama
terkulai lemah setelah bertempur habis-habisan.

Aku tidak jadi lembur hari itu. Aku berulangkali disetubuhi
Parjo dengan berbagai posisi di ruang meeting VIP itu hingga loyo.
Ruang meeting VIP yang biasa digunakan menemui tamu-tamu VIP
sekarang kami gunakan untuk saling memiting dan menuntaskan
gejolak nafsu liar kami.

Aku keluar kantor dan pulang ke rumah hampir jam 23.30
malam itu. Perselingkuhanku dengan Parjo kembali terulang
karena ia mengancamku akan menceritakan affairku dengannya
kepada teman-temannya bila aku tidak mau melayani keinginannya.
Hampir dua minggu sekali Parjo minta jatah dariku baik itu di
kantor saat sepi, di rest room atau di penginapan yang terdekat.

Sejak saat itu aku menjadi kekasih gelap Parjo, office boy di
kantorku. Ia dan aku telah berjanji untuk merahasiakan hubungan
kami dan akan bersikap wajar di depan orang lain. Ia juga berjanji
tidak akan menggangguku bila aku sedang di rumah atau sedang
bersama suamiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar